HIKMAH NABI MUSA DAN NABI KHIDIR AS

Bismillahirrahmannirahim..
Hikmah tersembunyi dibalik Al-Kahf 65-82."tersurat belumlah tentu tersirat....."
di atas langit ada lagit...ilmu nan suci hak Ilahi..kebenaran adalah milik Dia Sang Maha Benar..Yang maha Mengetahui Segalanya..hanya secuil ilmu di diri....
pesan terakhir sebelum berpisah.."“Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”
allahumma sholli ala sayyidina Muhammad..



Teguran Allah kepada Musa

Kisah Musa dan Khaiḍir dituturkan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahwa beliau mendengar nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”

Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang sholeh itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.

Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.

Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.

Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya’ tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya,
“     Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62)     ”

Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“     “Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63)     ”

Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.
“     Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64)     ”

Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Nabi Khaidir as. Ada yang mengatakan bahwa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.

Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa as pun mengucapkan salam kepadanya. Nabi Khaidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu?” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” nabi Khaidir as bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa as menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”

Nabi Khaidir as menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”
“     Nabi Musa as berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69)     ”
“     Dia (Khaidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70)     ”

Perjalanan Nabi Khaidir as dan Nabi Musa as

Demikianlah seterusnya Nabi Musa as mengikuti Nabi Khaidir as dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Nabi Musa as yang telah berjanji bahwa dia tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khaidir as. Setiap tindakan Nabi Khaidir a.s. itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa as terperanjat.

Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khaidir menghancurkan perahu yang ditumpangi mereka bersama. Nabi Musa as tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya kepada Nabi Khaidir as. Nabi Khaidir as memperingatkan janji Nabi Musa as, dan akhirnya Nabi Musa as meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khaidir as.

Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut membuat Nabi Musa tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.

Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa as merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khaidir as malah menyuruh Nabi Musa as untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa as tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khaidir as ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khaidir as menegaskan pada Nabi Musa as bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa as untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa as tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khaidir as.

Selanjutnya Nabi Khaidir as menjelaskan mengapa beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa as bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khaidir as menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.

Kejadian yang kedua, Nabi Khaidir as menjelaskan bahwa beliau membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang sholeh dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.

Kejadian yang ketiga (terakhir), Nabi Khaidir as menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang sholeh. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat tersebut berada di negeri Antakya, Turki.

Akhirnya Nabi Musa as. sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khaidir as. Akhirya mengerti pula Nabi Musa as dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang sholeh yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khaidir as yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasehat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa as, dan Nabi Musa as menerima nasehat tersebut dengan penuh rasa gembira.

Saat mereka didalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khaidir as berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”

Sebelum berpisah, Nabi Khaidir as berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”


NASIHAT NABI KHIDIR AS KEPADA NABI MUSA AS



Ini adalah nasehat Nabi Allah Khidir saat bertemu dengan nabi Musa As seperti yang di ceritakan dalam Al Quran surah al Kahfi.yang bermanfaat bagi kita untuk di alikasikan dalam kehiduan sehari-hari.
Ketika Nabi Khidir hendak berpisah dengan Nabi Musa dia (Musa) berkata,”berilah aku wasiat.”
Jawab Nabi Khidir,”wahai Musa jadilah kamu orang yang berguna bagi orang lain. Janganlah sekali-kali kamu menjadi orang yang hanya mernimbulkan kecemasan diantara mereka hingga kamu di benci mereka. Jadilah kamu orang yang senantiasa menampakan wajah ceria dan janganlah kamu mengerutkan dahi mu kepada mereka. Janganlah kamu berkeras kepala atau bekerja tanpa tujuan. Apabila kamu mencela seseorang hanya karena kekeliruannya saja, kemudian tangisilah dosa-dosamu, wahai Ibnu Imron !”. (Al Bidayah Wa An Nihayah juz I hal.329, Ihya Ulumuddin juz IV hal.56).
Di riwayatkan bahwa setelah Khidir mau meninggalkan Nabi Musa dia berpesan kepadanya,”Wahai Musa, pelajarilah ilmu-ilmu kebenaran agar kamu dapat mengerti apa yang belum kamu  fahami, tetapi jangan sampai kau jadikan ilmu-ilmu itu hanya sebagai bahan omongan.” (Riwayat Ibnu Hatim dan Ibnu Asakir)
Sebelum Khidir berpisah dengan Nabi Musa yang tidak sabar itu dia berpesan,”wahai Musa, sesungguhnya orang yang selalu member nasehat itu tidak pernah merasa jemu seperti kejemuan orang-orang yang mendengarkannya. Maka janganlah kamu berlama-lama dalam menasehati kaum mu. Dan ketahuilah bahwa hati mu itu ibarat sebuah bejana yang harus kamu rawat dan pelihara dari hal-hal yang memecahkan. Kurangilah usaha-usaha duniawi mu dan  buanglah jauh-jauh di belakang mu karena dunia ini bukanlah alam yang akan kau tempati selamanya. Kamu diciptakan untuk mencari tabungan pahala-pahala akhirat nanti. Bersikap ikhlaslah dan bersabr hati menghadapi kemaksiatan yang dilakukan kaum mu. Hai Musa, tumahkanlah seluruh pengetahuan (ilmu) mu, karena tempat yang kosong akan terisi oleh ilmu yang lain , janganlah kamu banyak mengomongkan ilmu mu itu karena akan dipisahkan oleh kaum ulama. Maka bersikaplah sederhana saja, sebab sederhana itu akan menghalangi aib mu dan akan membukakan Taufik dan Hidayah Allah untuk mu. Berantaslah kejahilan kamu dengan cara membuang sikap masa bodoh mu (ketidak pedulianmu) yang selama ini menyelimuti diri mu. Itu sifat orang-orang arif lagi bijaksana menjadi Rahmat bagi semuanya.Apabila orang bodoh datang kepada mu dan mencaci mu, redamlah ia dengan penuh kedewasaan serta keteguhan hati mu. Hai putra Imron, tidaklah kamu sadari bahwa ilmu Allah yang kamu miliki hanya sedikit saja. Sesungguhnya menutup-nutui kekurangan yang ada ada diri mu atau bersikap sewenang-wenang adalah menyiksa diri mu sendiri. Jangan kamu buka pintu ilmu ini jika kamu tidak bisa menguncinya, jangan pula kamu kunci into ilmu ini jika kamu tidak tahu bagaimana membukanya hai putra Imron ! Barang siapa suka menumpuk-numpuk harta benda dia sendiri bakal mati tertimbun dengannya hingga dia merasakan akibat dari kerakusannya itu.
Namun semua hamba yang mensyukuri semua karunia Allah serta memohon kesabaran atas ketentuan-ketentuan Nya, dialah hamba yang zuhud dan patut di teladani. Bukankah orang seperti itu mampu mengalahkan nasu syahwatnya dan dapat memerangi bujuk rayu syetan ? Dan dia pula orang yang mengetam buah dari ilmu yang selama ini dicarinya. Segala amal kebajikannnya akan dibalas dengan pahala di akhirat. Sedangkan kehidupan dunianya akan tenterang di tengah-tengah masyarakat yang merasakan jasa-jasanya. Hai Musa pelajarilah oleh mu ilmu-ilmu pengetahuan agar kamu dapat mengetahui segala yang belum dapat kamu ketahui, misalnya masalah yang tidak bisa di omongkan atau dijadikan bahan pembicaraan saja. Itulah penuntun jalan mu dan orang-orang akan disejukan hatinya. Hai Musa, putra Imron jadikanlah pakaianmu bersumber dari dzikir dan fikir serta perbanyaklah amal kebajikan. Suatu hari kamu tidak akan mampu mengelak dari kesalahan maka pintalah keridhoan Allah dengan berbuat kebajikan, karena pada saat-saat tertentu akalmu akan melanggar larangan Nya. Sekarang telah ku penuhi kehendak mu untuk memberi pesan-pesan kepada mu. Nasehat ku ini tidak akan sia-sia bile kamu mau menurutinya.” (kitab Tahdzibul Asma juz I hal.176-177. Shahih Muslim fi syarkin Nawawi, hal 1-135/136. Ruhul Mu’ni juz XV hal 223 dan Fathul bari juz VI hal 310)

Hikmah kisah Nabi Khaidir as

Dari kisah Nabi Khaidir as ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Diantaranya adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugerah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang sholeh dan terpilih)

Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak diluar perintah dari guru. Kisah Nabi Khaidir as ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.