WALIKOTA BOGOR MEMBANTAH AKAN HADIRI ANNAS BOGOR
NUANSA ADU DOMBA MAKIN TERASA ISU SUNNI-SYIAH TERUS DIGORENG DI INDONESIA OLEH ANNAS
Dalam undangan Deklarasi dan Pelantikan Pengurus Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Bogor yang tersebar di media sosial, tertera nama dan foto Walikota Bogor Bima Arya yang rencananya didaulat menjadi salah satu pembicara kunci. Bima sendiri dengan tegas menolak untuk hadir dalam deklarasi itu. Mantan Dosen Universitas Paramadina ini juga tidak mengizinkan acara itu digelar di Balaikota Bogor.
Dalam beberapa saat ini, Pemerintah Kota Bogor memang mendapat perhatian serius dari lembaga negara, lembaga swadaya masyarakat, dan warga Bogor juga masyarakat Indonesia. Bima dianggap pro terhadap kelompok intoleran di Bogor dan melanggar konstitusi dengan menerbitkan Surat Edaran yang berisi larangan peringatan Asyura bagi umat Islam Syiah di Bogor.
Kecaman pun datang dari berbagai kalangan. Mulai dari Komnas HAM (baca: Komnas HAM: Walikota Bogor Langgar UUD 45) dan Dewan Pertimbangan Presiden, somasi dari warga Bogor yang bernaung dalam Yayasan Satu Keadilan dan diketuai Sugeng Teguh Santoso, petisi dari Aliansi Toleransi Indonesia di change.org, dan berbagai kecaman lainnya di media sosial. Terakhir, hasil survei Setara Institute menempatkan daerah yang dinakhodai Bima ini sebagai Kota Paling Tidak Toleran (baca: Bogor Dinilai Kota Paling Tidak Toleran).
Bagaimana tanggapan Bima terhadap deklarasi Annas Bogor itu? Apa alasan doktor ilmu politik dariAustralian National University, Australia, ini tak mengizinkan acara itu digelar di Balaikota? Bagaimana respons Bima terhadap survei Setara Institute yang menempatkan Bogor sebagai Kota Paling Tidak Toleran? Apakah Bima akan mencabut Surat Edaran yang diskriminatif itu? Dan apa kabar surat-menyurat Komnas HAM dengan Bima?
Berikut wawancara lengkap A. Rifki dengan Walikota Bogor Bima Arya:
Beberapa media mengabarkan, Anda tidak mengizinkan deklarasi ANNAS dan takkan hadir di acara itu. Apa sebenarnya yang terjadi?
Saya meminta kepada seluruh warga Bogor untuk menjaga kesejukan, kebersamaan, dan terus menguatkan silaturahmi. Saya minta kepada semua pihak untuk sama-sama menahan diri. Bogor ini mulai musim hujan. Sudah mulai sejuk. Jangan kemudian ada persoalan-persoalan yang membuat situasi menjadi tidak kondusif.
Saya juga sudah mengundang ANNAS ke Balaikota untuk menyampaikan bahwa sebaiknya acara itu tidak diadakan dan saya tidak bisa hadir. Saya juga tidak mengizinkan penggunaan Balaikota untuk acara itu. Saya meminta kepada semua pihak untuk betul-betul memahami situasinya.
Saat ini kami terus berkomunikasi, baik dengan pihak panitia dari ANNAS maupun pihak-pihak lain untuk, pertama, memastikan keamanan di Kota Bogor dalam waktu dekat ini, terutama besok, itu bisa dijaga sama-sama. Kedua, jangan sampai dalam jangka panjang ada eskalasi yang diakibatkan oleh perbedaan keyakinan ini.
Kapan Anda ketemu dengan pihak ANNAS? Apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu?
Karena mereka mengundang walikota, meminta kepastian, dan mengirimkan permohonan untuk menggunakan Balaikota, saya sampaikan sikap kami. Saya meminta mereka untuk memahami alasan kami tidak mengizinkan mereka menggunakan Balaikota. Tujuannya untuk menjaga kebersamaan dan kesejukan di Kota Bogor.
Itu kemarin pertemuannya?
Ya, kemarin di Balikota…
Apa keputusan pertemuan itu? Anda melarang mereka menggelar acara itu di Balaikota dan di tempat lain di sekitar Bogor?
Ini masih kami terus komunikasikan. Masih ada pembicaraan-pembicaraan dengan mereka. Terutama koordinasi dengan pihak kepolisian. Barusan saya baru rapat dengan Kapolres dan Dandim, kami sepakat untuk memberi perhatian serius terhadap persoalan ini.
Jadi, Anda melarang dan tidak memberikan izin acara itu?
Kami tidak mengizinkan mereka. Apalagi mereka akan memobilisi peserta dari luar kota untuk datang ke Bogor. Saya bilang, jangan! Saya tidak mau ada mobilisasi massa yang nantinya menimbulkan potensi-potensi konflik di Kota Bogor.
Anda tidak mengizinkan acara itu diadakan di Balaikota dan tempat lain di sekitar Bogor?
Di tempat lain sedang kami bicarakan karena hal ini sangat serius dan harus kita sikapi bersama. Saya sudah bicara dengan tokoh seperti Pak Didin Hafiduddin juga dengan tokoh-tokoh lain dan teman-teman NU untuk mencoba mencari satu penyelesaian yang bisa diterima oleh semua.
Apa landasan Anda tidak mengizinkan mereka?
Pertama, kami tidak ingin ada hal yang bisa mengganggu kondisi kebersamaan dan kesejukan di Kota Bogor. Jadi, dimensinya perspektif keamanan. Karena resistensi terhadap kegiatan-kegiatan ANNAS itu ada. Polemik dan pro-kontra itu ada. Kami tidak ingin Bogor ini kemudian menjadi tempat yang tidak nyaman karena adanya eskalasi dari perbedaan-perbedaan tadi.
Jadi, Anda fix tidak mengizinkan dan takkan hadir kalau pun mereka tetap menggelar acara di sekitar Bogor?
Saya tidak akan hadir. Saya juga barusan komunikasi dengan pihak kepolisian. Mereka juga tidak memberikan izin. Tapi di Purwakarta pun tidak ada izin, mereka tetap mengadakannya dalam skala yang kecil. ANNAS tidak diizinkan oleh kepolisian tapi acara itu tetap berjalan.
Kemarin muncul ANNAS tandingan. Aliansi Nasional-Gerakan Toleransi (ANAS-GETOL). Beberapa kali mereka juga sudah bertemu dan audiensi dengan pihak Pemkot Bogor. Apa tanggapan Anda terhadap gerakan ini?
Saya kira, sejauh gerakan ini bertujuan untuk menguatkan toleransi, melakukan proses harmonisasi, dialog, itu sangat positif. Jangan sampai citra Bogor ini kuat sebagai kota intoleran. Teman-teman yang peduli dengan toleransi itu harus maju. Harus berbicara dan berperan aktif. Sejauh konteksnya mengangkat semangat kebangsaan, pluralisme, keberagaman, saya sangat setuju.
Beberapa saat lalu, Setara Institute menempatkan Bogor sebagai Kota Paling Tidak Toleran. Komentar Anda?
Kalau menilai dan melakukan evaluasi terhadap Bogor tentu harus dilihat secara keseluruhan. Tidak bisa satu-dua kasus. Tapi apapun itu, semua catatan, survei, kajian itu kami sikapi dengan perspektif introspeksi dan evaluasi.
Apa yang akan Anda lakukan untuk meningkatkan toleransi di Bogor?
Pertama, ruang untuk dialog dan komunikasi sesama pemeluk agama, baik di tingkat pimpinan maupun akar rumput harus diberikan porsi yang lebih besar lagi. Kedua, pemahaman akan kebangsaan dan keberagaman di sekolah-sekolah itu juga harus terus dikuatkan supaya kita tidak terpecah-pecah dan disekat-sekat dalam konteks yang lebih sempit. Ketiga, komitmen keberpihakan pada minoritas memang harus ditunjukkan sejauh itu masih dalam koridor hukum.
Apakah survei Setara ini menjadi cambuk bagi Anda untuk memacu toleransi dan kebebasan beragama di Bogor?
Selain sebagai walikota, saya juga orang yang memiliki latar belakang akademisi. Kita bisa berdebat panjang tentang metodologi dan sebagainya. Tapi survei atau apapun itu, semua perspektif itu saya anggap bersifat evaluatif dan interventif. Saya pun meminta semua pihak untuk lebih bisa melihat ini dalam perspektif yang lebih luas. Dan tidak melihat dalam satu atau dua sudut pandang saja.
Kemarin Komnas HAM juga sudah menegur Anda. Bagaimana perkembangannya?
Sudah saya balas suratnya. Langsung saya balas dengan detail. Somasi juga sudah kami balas. Semua sudah saya balas.
Isinya apa?
Isinya, seperti yang saya sampaikan ke berbagai media, termasuk wawancara ekslusif dengan Tempo, pertama, surat edaran itu dalam perspektif keamanan. Kedua, larangan itu sifatnya hanya pada saat itu dan di tempat itu. Jadi sekarang sudah tidak berlaku lagi.
Tanggapan Komnas HAM sendiri bagaimana?
Belum ada tanggapan lagi. Saya belum menerima respons kembali dari Komnas HAM. Begitu juga dengan somasi dari Pak Sugeng. Belum ada respons lagi setelah saya kirim surat balasan.
Apakah Anda ada rencana untuk mencabut surat edaran itu?
Tadi sudah saya sampaikan, surat edaran itu hanya berlaku saat itu dan di tempat itu. Otomatis tidak berlaku lagi sekarang. Pada hari itu pertimbangannya keamanan. Seperti kami melarang konser musik, konser itu hanya dilarang dilakukan hari itu.
Bagi sebagian kalangan surat edaran itu bisa dipakai kapanpun sebagai legitimasi untuk menghajar Syiah. Komentar Anda?
Tidak bisa! Surat itu sangat kontekstual dari segi waktu dan lokasi.
Bukankah di surat edaran itu tidak ada waktu tertentu?
Ada. Ditujukan pada Habib Abdullah Assegaf. Jadi spesifik.
Tadi saya wawancara Ketua GP ANSOR Bogor. Dia mengatakan bahwa Anda ingin membalas “kesalahan” dari surat edaran itu dengan membuat semacam haul besar para pahlawan dan ulama Bogor. Dan itu akan di Balaikota…
Cara berpikir dan landasan saya masih sama. Adalah tanggung jawab pemerintah kota untuk menjaga kesejukan dan ketertiban. Itu bisa dilakukan dengan cara preventif maupun promotif. Yang preventif itu kaitannya dengan izin-izin kegiatan tadi. Yang promotif itu adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya memberikan penguatan terhadap kebersamaan.
Saya sepakat gagasan dari teman-teman, terutama Pengurus Cabang NU Bogor untuk mengundang Habib Luthfi bin Yahya untuk memberikan pencerahan sekaligus menguatkan kembali tali silaturahmi di antara kita. Dan menguatkan cara pandang dan paham kebangsaan kita bagaimana menempatkan kepentingan bangsa dan negara itu sebagai pijkan bersama.
Ide ini dari teman-teman dan saya setuju. Jadi ini hasil dialog kami. Dan saya pun setuju kita perlu kegiatan-kegiatan yang menguatkan kebersamaan.
Dalam undangan Deklarasi dan Pelantikan Pengurus Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Bogor yang tersebar di media sosial, tertera nama dan foto Walikota Bogor Bima Arya yang rencananya didaulat menjadi salah satu pembicara kunci. Bima sendiri dengan tegas menolak untuk hadir dalam deklarasi itu. Mantan Dosen Universitas Paramadina ini juga tidak mengizinkan acara itu digelar di Balaikota Bogor.
Dalam beberapa saat ini, Pemerintah Kota Bogor memang mendapat perhatian serius dari lembaga negara, lembaga swadaya masyarakat, dan warga Bogor juga masyarakat Indonesia. Bima dianggap pro terhadap kelompok intoleran di Bogor dan melanggar konstitusi dengan menerbitkan Surat Edaran yang berisi larangan peringatan Asyura bagi umat Islam Syiah di Bogor.
Kecaman pun datang dari berbagai kalangan. Mulai dari Komnas HAM (baca: Komnas HAM: Walikota Bogor Langgar UUD 45) dan Dewan Pertimbangan Presiden, somasi dari warga Bogor yang bernaung dalam Yayasan Satu Keadilan dan diketuai Sugeng Teguh Santoso, petisi dari Aliansi Toleransi Indonesia di change.org, dan berbagai kecaman lainnya di media sosial. Terakhir, hasil survei Setara Institute menempatkan daerah yang dinakhodai Bima ini sebagai Kota Paling Tidak Toleran (baca: Bogor Dinilai Kota Paling Tidak Toleran).
Bagaimana tanggapan Bima terhadap deklarasi Annas Bogor itu? Apa alasan doktor ilmu politik dariAustralian National University, Australia, ini tak mengizinkan acara itu digelar di Balaikota? Bagaimana respons Bima terhadap survei Setara Institute yang menempatkan Bogor sebagai Kota Paling Tidak Toleran? Apakah Bima akan mencabut Surat Edaran yang diskriminatif itu? Dan apa kabar surat-menyurat Komnas HAM dengan Bima?
Berikut wawancara lengkap A. Rifki dengan Walikota Bogor Bima Arya:
Beberapa media mengabarkan, Anda tidak mengizinkan deklarasi ANNAS dan takkan hadir di acara itu. Apa sebenarnya yang terjadi?
Saya meminta kepada seluruh warga Bogor untuk menjaga kesejukan, kebersamaan, dan terus menguatkan silaturahmi. Saya minta kepada semua pihak untuk sama-sama menahan diri. Bogor ini mulai musim hujan. Sudah mulai sejuk. Jangan kemudian ada persoalan-persoalan yang membuat situasi menjadi tidak kondusif.
Saya juga sudah mengundang ANNAS ke Balaikota untuk menyampaikan bahwa sebaiknya acara itu tidak diadakan dan saya tidak bisa hadir. Saya juga tidak mengizinkan penggunaan Balaikota untuk acara itu. Saya meminta kepada semua pihak untuk betul-betul memahami situasinya.
Saat ini kami terus berkomunikasi, baik dengan pihak panitia dari ANNAS maupun pihak-pihak lain untuk, pertama, memastikan keamanan di Kota Bogor dalam waktu dekat ini, terutama besok, itu bisa dijaga sama-sama. Kedua, jangan sampai dalam jangka panjang ada eskalasi yang diakibatkan oleh perbedaan keyakinan ini.
Kapan Anda ketemu dengan pihak ANNAS? Apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu?
Karena mereka mengundang walikota, meminta kepastian, dan mengirimkan permohonan untuk menggunakan Balaikota, saya sampaikan sikap kami. Saya meminta mereka untuk memahami alasan kami tidak mengizinkan mereka menggunakan Balaikota. Tujuannya untuk menjaga kebersamaan dan kesejukan di Kota Bogor.
Itu kemarin pertemuannya?
Ya, kemarin di Balikota…
Apa keputusan pertemuan itu? Anda melarang mereka menggelar acara itu di Balaikota dan di tempat lain di sekitar Bogor?
Ini masih kami terus komunikasikan. Masih ada pembicaraan-pembicaraan dengan mereka. Terutama koordinasi dengan pihak kepolisian. Barusan saya baru rapat dengan Kapolres dan Dandim, kami sepakat untuk memberi perhatian serius terhadap persoalan ini.
Jadi, Anda melarang dan tidak memberikan izin acara itu?
Kami tidak mengizinkan mereka. Apalagi mereka akan memobilisi peserta dari luar kota untuk datang ke Bogor. Saya bilang, jangan! Saya tidak mau ada mobilisasi massa yang nantinya menimbulkan potensi-potensi konflik di Kota Bogor.
Anda tidak mengizinkan acara itu diadakan di Balaikota dan tempat lain di sekitar Bogor?
Di tempat lain sedang kami bicarakan karena hal ini sangat serius dan harus kita sikapi bersama. Saya sudah bicara dengan tokoh seperti Pak Didin Hafiduddin juga dengan tokoh-tokoh lain dan teman-teman NU untuk mencoba mencari satu penyelesaian yang bisa diterima oleh semua.
Apa landasan Anda tidak mengizinkan mereka?
Pertama, kami tidak ingin ada hal yang bisa mengganggu kondisi kebersamaan dan kesejukan di Kota Bogor. Jadi, dimensinya perspektif keamanan. Karena resistensi terhadap kegiatan-kegiatan ANNAS itu ada. Polemik dan pro-kontra itu ada. Kami tidak ingin Bogor ini kemudian menjadi tempat yang tidak nyaman karena adanya eskalasi dari perbedaan-perbedaan tadi.
Jadi, Anda fix tidak mengizinkan dan takkan hadir kalau pun mereka tetap menggelar acara di sekitar Bogor?
Saya tidak akan hadir. Saya juga barusan komunikasi dengan pihak kepolisian. Mereka juga tidak memberikan izin. Tapi di Purwakarta pun tidak ada izin, mereka tetap mengadakannya dalam skala yang kecil. ANNAS tidak diizinkan oleh kepolisian tapi acara itu tetap berjalan.
Kemarin muncul ANNAS tandingan. Aliansi Nasional-Gerakan Toleransi (ANAS-GETOL). Beberapa kali mereka juga sudah bertemu dan audiensi dengan pihak Pemkot Bogor. Apa tanggapan Anda terhadap gerakan ini?
Saya kira, sejauh gerakan ini bertujuan untuk menguatkan toleransi, melakukan proses harmonisasi, dialog, itu sangat positif. Jangan sampai citra Bogor ini kuat sebagai kota intoleran. Teman-teman yang peduli dengan toleransi itu harus maju. Harus berbicara dan berperan aktif. Sejauh konteksnya mengangkat semangat kebangsaan, pluralisme, keberagaman, saya sangat setuju.
Beberapa saat lalu, Setara Institute menempatkan Bogor sebagai Kota Paling Tidak Toleran. Komentar Anda?
Kalau menilai dan melakukan evaluasi terhadap Bogor tentu harus dilihat secara keseluruhan. Tidak bisa satu-dua kasus. Tapi apapun itu, semua catatan, survei, kajian itu kami sikapi dengan perspektif introspeksi dan evaluasi.
Apa yang akan Anda lakukan untuk meningkatkan toleransi di Bogor?
Pertama, ruang untuk dialog dan komunikasi sesama pemeluk agama, baik di tingkat pimpinan maupun akar rumput harus diberikan porsi yang lebih besar lagi. Kedua, pemahaman akan kebangsaan dan keberagaman di sekolah-sekolah itu juga harus terus dikuatkan supaya kita tidak terpecah-pecah dan disekat-sekat dalam konteks yang lebih sempit. Ketiga, komitmen keberpihakan pada minoritas memang harus ditunjukkan sejauh itu masih dalam koridor hukum.
Apakah survei Setara ini menjadi cambuk bagi Anda untuk memacu toleransi dan kebebasan beragama di Bogor?
Selain sebagai walikota, saya juga orang yang memiliki latar belakang akademisi. Kita bisa berdebat panjang tentang metodologi dan sebagainya. Tapi survei atau apapun itu, semua perspektif itu saya anggap bersifat evaluatif dan interventif. Saya pun meminta semua pihak untuk lebih bisa melihat ini dalam perspektif yang lebih luas. Dan tidak melihat dalam satu atau dua sudut pandang saja.
Kemarin Komnas HAM juga sudah menegur Anda. Bagaimana perkembangannya?
Sudah saya balas suratnya. Langsung saya balas dengan detail. Somasi juga sudah kami balas. Semua sudah saya balas.
Isinya apa?
Isinya, seperti yang saya sampaikan ke berbagai media, termasuk wawancara ekslusif dengan Tempo, pertama, surat edaran itu dalam perspektif keamanan. Kedua, larangan itu sifatnya hanya pada saat itu dan di tempat itu. Jadi sekarang sudah tidak berlaku lagi.
Tanggapan Komnas HAM sendiri bagaimana?
Belum ada tanggapan lagi. Saya belum menerima respons kembali dari Komnas HAM. Begitu juga dengan somasi dari Pak Sugeng. Belum ada respons lagi setelah saya kirim surat balasan.
Apakah Anda ada rencana untuk mencabut surat edaran itu?
Tadi sudah saya sampaikan, surat edaran itu hanya berlaku saat itu dan di tempat itu. Otomatis tidak berlaku lagi sekarang. Pada hari itu pertimbangannya keamanan. Seperti kami melarang konser musik, konser itu hanya dilarang dilakukan hari itu.
Bagi sebagian kalangan surat edaran itu bisa dipakai kapanpun sebagai legitimasi untuk menghajar Syiah. Komentar Anda?
Tidak bisa! Surat itu sangat kontekstual dari segi waktu dan lokasi.
Bukankah di surat edaran itu tidak ada waktu tertentu?
Ada. Ditujukan pada Habib Abdullah Assegaf. Jadi spesifik.
Tadi saya wawancara Ketua GP ANSOR Bogor. Dia mengatakan bahwa Anda ingin membalas “kesalahan” dari surat edaran itu dengan membuat semacam haul besar para pahlawan dan ulama Bogor. Dan itu akan di Balaikota…
Cara berpikir dan landasan saya masih sama. Adalah tanggung jawab pemerintah kota untuk menjaga kesejukan dan ketertiban. Itu bisa dilakukan dengan cara preventif maupun promotif. Yang preventif itu kaitannya dengan izin-izin kegiatan tadi. Yang promotif itu adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya memberikan penguatan terhadap kebersamaan.
Saya sepakat gagasan dari teman-teman, terutama Pengurus Cabang NU Bogor untuk mengundang Habib Luthfi bin Yahya untuk memberikan pencerahan sekaligus menguatkan kembali tali silaturahmi di antara kita. Dan menguatkan cara pandang dan paham kebangsaan kita bagaimana menempatkan kepentingan bangsa dan negara itu sebagai pijkan bersama.
Ide ini dari teman-teman dan saya setuju. Jadi ini hasil dialog kami. Dan saya pun setuju kita perlu kegiatan-kegiatan yang menguatkan kebersamaan.
Post a Comment